Loving The Cursed Werewolf King-Chapter 553: (Do Not Open The - . Wrong Upload)
Ronan hanya mengangguk. Ia setuju dengan apa yang dikatakan oleh William. Membiarkannya berkeliaran di dalam istana hanyalah ide Pendeta Louise agar serigala itu berhenti membenturkan kepalanya di jeruji besi dan yang dikhawatirkan Pendeta Louise adalah jika luka yang dibuat serigala itu akan berpengaruh pada kondisi manusia Ronan sendiri. Memang saat diberikan tempat luas untuk serigala itu berhenti melukai dirinya sendiri.
Namun sekarang Ronan tak bisa mengambil resiko untuk berkeliaran lagi di dalam istana. Di awal kunjungan Arielle, serigala itu hampir melukai Arielle maka dari itu Ronan memutuskan untuk kembali mengurung serigala malam bulan purnama dengan cara lama seperti para pendahulunya. Yakni dengan menguncinya di kerangkeng besi tebal yang tersedia di ruang bawah tanah katedral.
Kael tiba dengan membawa banyak selimut untuk dirinya, William dan Lazarus kenakan selama menjaga Ronan. Pendeta Jill juga tiba untuk membantu Ronan menetralkan suhu tubuhnya setiap kali dibutuhkan.
"Dimana Lazarus?" tanya William kepada Kael karena hanya pria itu yang belum tiba.
"Mungkin dia masih marah padaku," balasnya sambil mengambil duduk di dekat pintu kerangkeng yang terkunci rapat.
"Apa yang telah kau lakukan?"
"Aku melarangnya bertemu Aimee."
"Huh? Kenapa?"
"Aimee tidak ingin bertemu dengan Lazarus. Dia bilang jika Lazarus muncul di depan wajahnya ia akan menolak tawaran dari Yang Mulia. Sebagai seorang kakak tentu aku lebih mementingkan kepentingan adikku karena Aimee sangat membutuhkan kesempatan ini untuk menghindari perjodohan yang sudah disiapkan ayah kami untuknya. Aku tidak ingin anak itu kabur lagi."
William tertawa kecil. Ronan mengusap wajahnya memaksakan dirinya untuk kembali segar.
"Kau tidak ingin mewariskan titel ayahmu?" tanya Ronan dari balik jeruji besi.
William dan Kael menoleh bersamaan. "Aku tidak pandai dalam mengurus berkas-berkas. Melihat ayahku, aku sudah tahu mereka memiliki pekerjaan yang sama beratnya dengan dirimu. Aku lebih suka mengasah pedangku," jawab Kael.
"Selain itu karena kau lebih suka istana kan?" tanya William yang dijawab oleh Kael dengan anggukkan kepala.
"Karena di istana aku bisa melakukan apa pun yang aku inginkan. Di kediamanku, kedua orang tuaku selalu mencoba menjodohkan aku dengan banyak wanita tetapi tak satu pun dari mereka ingin melanjutkan perjodohan setelah melihatku. Jadi aku memutuskan untuk tidak lagi berurusan dengan mereka."
Ronan tersenyum mendengarkan jawaban Kael. Kael memiliki tubuh yang lebih besar darinya. Wajah pria itu jauh lebih garang. Ronan memiliki wajah tenang sekaligus tajam sedangkan Kael adalah definisi wajah yang mengintimidasi tanpa pria itu berusaha. Kael memiliki luka di wajahnya meski pun tidak sebesar dirinya. Luka itu didapatkannya saat ia menemani Ronan masuk ke dalam sarang anga. Anak kecil selalu menangis saat melihatnya.
Namun dari fitur yang ada di luar tersebut, Ronan tahu bahwa Kael memiliki hati terlembut di antara mereka berempat. Kael adalah satu-satunya orang yang memiliki adik perempuan di antara mereka berempat. Sebenarnya William juga punya tetapi berhubung keluarga William telah memilih meninggalkan Utara, pria itu telah beranggapan bahwa ia tidak lagi memiliki keluarga.
Selain itu Kael adalah satu-satunya yang masih memiliki dua orang tua lengkap dan terbilang harmonis. Kedua orang tua Ronan telah tiada, William tak tahu kabar terbaru orang tuanya setelah meninggalkan utara sedangkan Lazarus hanya memiliki seorang ayah karena ibunya telah lama meninggal sejak mereka kecil dan ayahnya telah menikah lagi.
Tumbuh di keluarga yang memiliki segalanya membuat Kael lebih banyak mengerti hubungan antara manusia bernama keluarga ketimbang tiga temannya yang lain dan itu membuatnya lebih lembut di hati ketimbang teman-temannya.
"Aku benar-benar penasaran dengan perubahan Aimee," ujar Ronan membuat William tersenyum.
"Saat kau melihatnya nanti, ka tak akan percaya jika gadis itu adalah Aimee. Dia benar-benar berubah total," jawab William.
"Seperti apa? Apakah dia semakin besar seperti yang dikatakan Lazarus?"
Di balik senyumnya WIlliam sedikit sedih. Rasanya yang di dalam kurungan itu bukanlah Ronan. Pria itu pasti merasa sangat kesepian sehingga untuk pertama kalinya ia memulai sebuah percakapan. Kale memiliki firasat yang sama seperti William. Ia juga bisa merasakan kesepian yang pria tu pancarkan.
Bulan lalu, Arielle tak ada di istana dan dirinya dalam kondisi sangat sehat maka dari itu pria itu bersikap dingin seperti biasanya tetapi sekarang ia sedang sakit dan membutuhkan kehadiran sang putri. Baik William dan Kael menyaksikan sendiri bagaimana manjana pria itu saat sedang sakit dan kini keduanya harus terpisahkan oleh keadaan.
"Well, kau tidak perlu percaya pada Lazarus akan hal itu. Aimee telah menjadi seekor kupu-kupu sekarang."
"Kau berlebihan William," sahut Kael yang merasa aneh adiknya dipuji oleh temannya.
"Aku berkata juju Kael, saat aku tak sengaja bertemu dengannya kau sangat terkejut saat seorang wanita cantik mendekat ke arahku dan mengatakan bahwa dia Aimee. Tapi aku setuju denganmu tentang tidak mempertemukan Aimee dengan Lazarus."
Ronan sedang berusaha membayangkan Aimee, anak kecil bulat dengan banyak freckles di wajahnya berubah menjadi cantik seperti yang dikatakan oleh William. Ia tidak bisa membayangkannya karena baginya yang cantik saat ini adalah Arielle.
"Aku merindukannya," gumamnya pelan. Meski pun begitu William dan Kael masih sangat bisa mendengarnya.
"Kau akan bertemu lagi dengannya besok. Tak perlu berlebihan seperti itu. Jangan membuatku merasa bersalah karena memisahkan kalian berdua," sahut William membuat Ronan tersenyum.
"Apa yang kau maksud? Aku bilang aku merindukan celotehan Lazarus," jawab Ronan sambil tertawa di balik jeruji besi tersebut.
PRANK!!!
Ronan, William, Kael dan Pendeta Jill yang sedari tadi diam di ujung ruangan menoleh terkejut ke arah pintu masuk.
Di sana berdiri Lazarus dengan bibir bergetar. "Ronna, Kau merindukanku? Apakah sebentar lagi akan tiba hari kiamat? Aku bahkan belum menikah," kata Lazarus dengan suara bergetar.
Ronan mengumpat pelan. Wajahnya seketika mengeras melihat Lazarus yang berdiri di depan pintu dengan wajah sedihnya.
"Aku akan tidur. Bangunkan aku waktu makan siang," ujar pria itu yang kemudian mendekat pada tembok dan memilih memunggungi orang-orang di belakangnya.
William menoleh ke arah Ronan yang berbaring dengan selimut tebal di atas kain tebal lainnya. Ia terkekeh pelan. Well, itu baru Ronan, temannya yang memiliki sikap dingin.
"Apa yang sedang kalian bicarakan sampai Ronan bilang ia merindukanku? Aku sangat terharu dan aku rasa aku akan sangat bahagia jika kau mati hari ini juga."
Terdengar erangan Ronan yang merasa tidak suka dengan sikap berlebihan Lazarus. William bergeser untuk memberikan tempat lazarus untuk bergabung duduk bersama mereka. Pria itu memungut kembali nampan yang berisikan beberapa kudapan yang khusus ia bawa untuk dirinya sendiri.
"Serius, aku sekarang sangat penasaran karena sangat jarang manusia satu itu bilang bahwa dia merindukanku. Selama ini aku selalu dihujat dan dikutuknya, jad aku ingin mengingat momentum ini baik-baik," kata Lazarus membuat Wiliam tertawa terbahak-bahak.
"Kau hanya salah dengar. Jangan terlalu percaya diri dulu. Jika Ronan merindukan seseorang yang jelas orang itu bukan kita bertiga. Tolong simpan itu baik-baik," jawab William membuat Lazarus merengut.
"Tapi aku dengar sendiri dia menyebutkan namaku.JIka bukan tentang aku lalu apa yang sedang kalian bicarakan?" tanya Lazarus yang tidak ingin ketinggalan bahan pembicaraan.
"Kau hanya berhalusinasi. Kami sedang membicarakan Aimee."
"Aimee?"Lazarus pun menoleh ke arah Kael dan menatapnya tajam. "Kael aku masih menyimpan kekesalanku karena kau, aku tidak bisa berjumpa dengan Aimee kemarin," sambung Lazarus.
"Sudah aku bilang berkali-kali, Aimee yang tidak ingin bertemu denganmu," jawab Kael dengan tenang mencoba bersabar dengan sikap Lazarus.
"Omong kosong, mana mungkin Aimee tidak ingin bertemu dengan kakaknya sendiri? Aimee sudah menganggapku seperti seorang kakak."
William mengernyit akan kepercayaan diri Lazarus yang setinggi langit. Begitu juga dengan Ronan yang menggeleng tak tahan dengan ocehan Lazarus. Ia sangat menyesali kata-katanya yang sebelumnya. Kini pikirannya kembali kepada Arielle. Sambil menatap tembok kosong di depannya pria itu kembali menggumamkan hal yang sama.
"Aku merindukanmu."
Namun kali ini tidak ada yang mendengarnya karena orang-orang di belakangnya sedang sibuk mendengarkan celotehan Lazarus.
***
Terdapat banyak pepohonan tinggi yang mengeliling. Daun hijau nan lebat saling bersentuhan saat diterpa angin malam. Arielle merasa dejavu. Ia melihat sekelilingnya dengan seksama. Sepertinya ia sudah pernah berada di tempat ini sebelumnya. Ia mendongak untuk melihat bulan purnama yang terasa begitu dekat dengan dirinya.
Arielle melangkah menaiki sebuah akar besar pepohonan dan tiba di sebuah lahan hijau penuh bunga. Matanya mengerjap melihat seekor serigala besar tidur di atas bunga berwarna warni tersebut.
"Ronan?" tanya Arielle tak bersuara.
Gadis itu berjalan mendekat untuk memastikannya sekali lagi. Dan kini dirinya sudah sangatlah dekat. Serigala itu sangat mirip dengan Ronan tetapi ia bukan Ronan. Serigala itu tidak memiliki bekas luka di wajahnya. Entah kenapa Arielle ingin mengulurkan tangannya. Membangunkan serigala itu untuk membuka matanya.
"Cecil?" tanya serigala itu dengan cara yang sama seperti Arielle dan Ronan sedang berkomunikasi. Suara itu menggema di dalam kepala Arielle.
Cecil? Nama yang tidak asing bagi Arielle, tapi di mana ia mendengarnya? Arielle ingin bertanya tetapi ia tidak bisa bersuara.
Mata serigala itu terbuka dan Arielle bisa melihat netra merah yang sama seperti yang dimiliki oleh Ronan.
"Kau bukan Cecil? Kau memiliki aroma yang sama seperti Cecil," ujarnya.
"Arielle. Namaku Arielle," jawab Arielle yang akhirnya bisa menemukan suaranya kembali.
"Hm ....." Serigala itu kemudian berdiri di atas keempat kakinya dan mengelilingi ARielle seakan-akan sedang memindai Arielle. Ia juga mengendus Arielle beberapa kali sebelum kembali duduk di atas tanah. Serigala itu sangat besar dan mungkin lebih besar dari pada milik Ronan. Tingginya saat duduk saja melebihi tinggi Arielle yang sedang berdiri.
"Kau sendiri siapa? Kau terlihat sama seperti seseorang yang aku kenal," ujar Arielle.
"Siapa aku? Seharusnya aku yang bertanya seperti itu. Siapa dirimu, mengapa kau bisa memasuki tempat suci ini dan mengapa kau memiliki aroma yang sama seperti Cecil."
Arielle memiringkan kepalanya. "Aku Arielle," jawabnya lagi. "Aku ... seorang putri dari Nieverdell dan sedang tinggal di Northendell. Aku akan menikah dengan seorang pria dari Northendell."
"Nieverdell? Northendell? Aku tidak pernah mendengar nama itu."
"Eh, benarkah? Tapi Nieverdell dan Northendell adalah kerajaan besar. Seperti ... uhm ..." Arielle tidak bisa menemukan kalimat yang tepat untuk menggambarkan sebesar apa kerajaan Utara dan Selatan. "Seperti sangat-sangat besar sekali," awab Arielle seadanya sambil merentangkan kedua tangannya lebar-lebar.
"Terserahlah, lalu mengapa kau bisa sampai di sini? Bahkan penjaga tempat ini saja tidak bisa melewati barier yang sudah kubuat. Hanya aku dan Cecil yang bisa menempati tanah suci ini."
Arielle juga bingung. Ia melihat sekelilingnya sekali lagi. Ia sendiri tidak ingat bagaimana dirinya bisa sampai di sini. Gadis itu memegangi dagunya untuk berpikir keras. Semakin keras ia mencoba mengingat apa yang terjadi, semakin jauh jawaban yang dicarinya. Ia tidak ingat apa pun selain siapa dirinya dan tentang Ronan ....
"Maaf, tapi aku tidak ingat." jawab Arielle dengan jujur.
Serigala itu kemudian menundukkan kepalanya dan kembali memejamkan matanya untuk tidur.
"Kau membuang-buang waktuku. Pergilah dan tinggalkan tanah suci ini. Ini bukan tempatmu berada. Aku bisa merasakan jika ragamu sedang tidak di sini dan kita berada di waktu yang berbeda. Akan berbahaya jika kau berlama-lama di sini."
"Eh? Tapi aku tidak tahu harus kembali lewat mana."
"Kembalilah melalui jalur yang sama dengan jalur yang kau gunakan untuk tiba di sini."
Arielle menoleh ke arah akar tinggi yang ia lalui tadi. Gadis itu mengangguk kemudian berdiri meninggalkan serigala hitam besar itu. Namun sebelum Arielle benar-benar meninggalkan tempat ia berbalik sebenar untuk menanyakan beberapa hal.
"Permisi, Tuan Serigala. Sebelumnya, siapakah dirimu yang sesungguhnya? Kau sangat mirip dengan seseorang yang aku kenal lalu siapa Cecil yang selalu kau sebut tadi?"
Serigala itu membuka matanya sekilas tanpa mengangkat wajahnya. Ia memberikan Arielle tatapan samping terlihat tidak tertarik.
"Aku adalah Dewa penjaga gunung ini. Dan Cecil adalah mateku."
Mate? Arielle ingin kembali bertanya tetapi serigala itu berbalik sekana memunggungi Arielle tidak ingin lagi berbicara dengannya. Gadis itu memilih kembali ke tempat semula ia tiba. Namun jantungnya berdebar cepat melihat seorang wanita anggun dengan gaun putih serta rambut putih berkilau panjang menjuntai hingga ke tanah.
Saat wanita itu melewatinya, ia memberikan senyum yang sangat indah. "Senang bisa bertemu denganmu Arielle," sapanya dengan suara setenang permukaan air. Wanita itu kemudian berlalu mengeluarkan serulingnya dan mulai memainkan alat musiknya.
Wanita itu mendekati serigala tadi kemudian duduk di dekat kepalanya. Serigala itu mengangkat kepalanya kemudian meletakkannya di atas pangkuan wanita tersebut. Semilir angin terasa begitu menenangkan. Alunan musik dari seruling wanita itu menyatu dengan suara alam sehingga membentuk melodi yang sangat indah bagi Arielle.
Matanya membelalak kala melihat serigala itu berubah menjadi sosok seorang pria. Arielle tidak bisa melihat sosok pria itu karena ia sedang memunggunginya. Arielle hanya tahu jika pria itu memiliki rambut hitam sebahu dengan gambar matahari berwarna merah di punggungnya.
Seorang dewa ....
Seseorang menyentuh pundaknya dan Arielle pun menoleh melihat pria itu dengan perawakan yang sama seperti di ingatannya yang pernah menolongnya saat ia kecil.
"Senang bertemu lagi denganmu lagi Arielle. Aku sudah bilang agar kau tidak boleh menginjakkan kaki di tanah suci itu," ujarnya ramah membuat Arielle bingung.
"Ah, sepertinya kekuatanmu telah terbuka." Pria itu menyentuh sisi wajah Arielle dan menatapnya iba. "Dan dilakukan secara paksa."
Pria tua itu kemudian mengulurkan tangannya meminta Arielle untuk mengikutinya. "Mari kita berbincang di tempat yang sama seperti dulu," ajaknya dan Arielle hanya mengangguk menuruti ajakan pria tua itu.
Keduanya melalui sebuah jalanan setapak. Tempat itu begitu subur dan hijau. Arielle merasa dejavu jika dirinya sedang tidak berada di Northendell. Ia bisa mendengar beberapa suara jangkrik di kejauhan. Dan malam itu begitu sunyi sehingga Arielle juga dapat mendengar suara langkah keduanya.
Arielle menoleh ke belakang untuk melihat pasangan tadi keduanya sudah tak terlihat. Kemudian tibalah Arielle dengan pria tua itu di sebuah danau yang lebih luas dari danau di Nieverdell yang sering Arielle kunjungi.
"Tuan, maaf jika lancang. Tapi sedang dimanakah kita saat ini?" tanya Arielle yang merasa dirinya pernah mengunjungi tempat ini tetapi ia tidak bisa mengingat kapan tepatnya ia berkunjung karena seingat Arielle di Northendell tidak ada tempat yang tidak diselimuti oleh salju.
"Ah, hohoho ... aku hampir lupa jika aku mengunci ingatanmu tentang kunjungan pertamamu saat itu."
Pria bernama Otis itu menyentuh kepala Arielle dan seketika semua memori Arielle datang begitu cepat layaknya sambaran kilat. Arelle sampai sulit mencerna semuanya dan butuh waktu lama bagi Arielle untuk memahami semua yang terjadi.
Ini adalah Gunung Birwick. Arielle pernah bermimpi tentang tempat ini saat dirinya tak sadarkan diri cukup lama setelah terjebak di badai salju. Arielle tak menyangka bahwa dirinya akan bermimpi ke tempat ini lagi.
"Apakah sekarang kau sudah ingat?" tanya Otis.
Arielle terengah-engah mencoba menenangkan dirinya oleh banyak ingatan yang muncul dengan tiba-tiba. Gadis itu mengangguk pelan.
"Aku sengaja mengunci ingatanmu agar kau tidak panik saat bangun. Dan sekarang ... saat kekuatanmu terbuka, aku harap kau bisa memiliki pemikiran yang lebih terbuka."
"Apakah ... ini benar-benar Gunung Birwick?" tanya Arielle.
Otis mengangguk. "Kita berada di waktu yang sama. Gunung Birwick adalah tempat suci, salah satu pondasi dari Benua Forsham. Maka dari itu, tidak sepantasnya manusia menginjakkan kakinya di tempat ini ... namun ratusan lalu keserakahan manusia melanggar peraturan itu maka dari itu Gunung Birwick memutuskan untuk menyembunyikan tempat ini dengan ikut meliputinya dengan salju."
"Bagi orang awam, gunung Birwick hanyalah gunung penuh misteri. Gelap dan tak tersentuh dengan tumpukan salju yang jauh lebih tebal dari tempat yang lain. Dan itulah cara kami melindungi tempat ini agar tetap menjadi tempat suci."
"Tuan Otis, apakah kau nyata?’
Pria tua itu kembali tertawa dan mengangguk. "Tentu saja aku nyata. Aku hidup selayaknya dirimu. Aku masih butuh makan dan minum agar ingin tetap hidup," jawabnya.
Arielle ingat tentang apa yang pria itu bicarakan saat kunjungan pertamanya. Pria itu bilang jika keduanya adalah sesama keturunan Dewi Bulan. Maka dari itu apa yang dikatakan Pendetal Elis, pendeta Louise atau Pendeta Khan sekali pun benar jika dirinya adalah salah satu keturunan dari Dewi bulan. Arielle sudah mengkonfirmasinya sendiri sekarang.
"Kau pasti sangat bingung saat ini," ujar Otis.
Arielle mengangguk jujur.
"Hm ... kita memiliki banyak waktu. Kau boleh bertanya apa pun untuk memulainya," ujar Otis.
Arielle berpikir sejenak kemudian menjentikkan jarinya. "Kau bilang kau hidup selayaknya orang pada umumnya, kan? Apakah itu artinya kau juga butuh tidur?"
Otis tertawa kecil tak menyangka Arielle akan bertanya dari sana. Namun ia tetap akan menjawabnya.
"Aku sama sepertimu. Aku juga memiliki tempat tinggal. Hanya saja kau belum boleh berkunjung. Kau hanya bisa berkunjung di area sui ini. Jika kau ingin mengunjungi tempatku, kau bisa datang dengan ragamu."
"Benarkah? Apakah aku boleh berkunjung?"
Otis mengernyitkan keningnya sebentar. "Tentu saja kau boleh karena kau salah satu bagian dari tempat ini. Jika orang lain pasti akan mati membeku sebelum mencapai gerbangnya. TApi ada baiknya jika kau menunggu undangan dariku."
Arielle tersenyum lebar. "Aku akan sangat menantinya, Tuan Otis. Anda tidak tahu sebesar apa rasa penasaranku tentang Gunung Birwick."
Otis tertawa melihat antusias Arielle yang membara. Pria itu menatap pantulan cahaya keduanya di atas permukaan air.
"Tuan Otis, siapa sebenarnya dua orang yang aku lihat tadi?"
"Keduanya adalah entitas penjaga Gunung Birwick yang sesungguhnya. Ia adalah keturunan pertama Dewi Bulan, Putri Cecil of Birwick dan Dewa Amadea, penguasa pertama Gunung Birwick. Keduanya adalah pasangan mate yang telah dijodohkan oleh para dewa jauh sebelum mereka dilahirkan. Namun keserakahan manusia memisahkan keduanya dan tempat itu adalah tempat jiwa mereka bertemu setiap bulan purnama."
"Dewa Amadea?"
"Apakah kau melihat tanda matahari di punggungnya saat ia berubah menjadi manusia tadi?"
Arielle mengangguk. "Itu adalah tanda bahwa dia adalah salah satu dewa keturunan dewa matahari."
Otis bercerita bagaimana dewa memiliki peraturannya masing-masing. Dewa Matahari adalah dewa tertinggi yang mengatur seluruh apa yang terjadi permukaan bumi. Dewi Bulan adalah adik dari Dewa Matahari yang bertugas menghidupkan seluruh makhluk hidup.
Dewa matahari menciptakan dewa-dewa lainnya yang bertugas untuk menjaga segala sesuatu di permukaan bumi dan Dewa Amadea adalah dewa yang menjaga Gunung Birwick. Beberapa waktu berlalu, dewi bulan kemudian ingin menciptakan satu sosok untuk menemani Dewa Amadea namun kekuatannya tak sebesar yang dimiliki oleh Dewa Matahari maka dari itu, ia hanya menitipkan sebagian dirinya pada salah satu bayi yang terlahir. Dan Dewi Bulan memilih Putri Cecillia dari kerajaan Gunung Birwick untuk menjadi manusia pertama yang dikaruniainya oleh kekuatan.
"Dan yang kau temui tadi adalah jiwa keduanya karena raga keduanya telah lama menghilang."
"Seorang dewa bisa meninggal?" tanya Arielle.
"Para dewa dan dewi memanglah immortal tetapi mereka memiliki pilihan untuk mati atau tidak. Tidak ada yang bisa melukai mereka selain keinginan mereka sendiri dan Dewa Amadea memilih untuk mengakhiri hidupnya sendiri."
"Tuan Otis, apakah Dewa Amadea juga tidak bisa mengontrol siis serigalanya setiap malam bulan purnama?"
Arielle teringat Ronan. Astaga, Ronan! Arielle baru teringat tentang pria itu! Ronan sedang sakit sekarang dan sebentar lagi waktunya ia akan berubah.
"Apakah kau sedang membicarakan kutukan raja Northendell?"
Arielle mendongak. "Apakah kau mengetahui sesuatu tantang kutukan itu, Tuan Otis."
"Hm ... pertama-tama aku akan menjawab pertanyaanmu sebelumnya. Dewa Amadea berawal dari sosok seekor serigala. Ia bisa mengubah dirinya kapan pun dirinya mau dan bulan purnama dirinya sama sekali tidak kehilangan kendali seperti yang dirasakan oleh para keturunan raja Northendell. Dan apa yang dialami oleh keturunan raja utara adalah ... itu sebuah kutukan yang diberikan oleh Dewa Amadea sendiri kepada raja pertama Northendell."
Dewa Amadea sendiri? Arielle ingat jelas tentang cerita Pendeta Louise tentang seorang putri kerajaan Birwick yang mengutuk keturunan raka di akhir hayatnya sebelum ia membakar dirinya sendiri bersama jantung Gunung Briwick.
Dan saat Arielle menanyakannya Otis hanya menggeleng. "Itu adalah cerita untuk lain waktu. Yang perlu kau tahu adalah, Dewa Amadea melakukan hal yang sama dengan apa yang bibinya lakukan, memberikan sebagian dirinya pada tubuh bayi manusia. Tetapi keduanya memiliki tujuan yang berbeda. Dewi bulan menganugerahi Putri Cecil untuk mendampingi Dewa Amadea sedangkan Dewa Amadea melakukannya agar anak keturunan raja saling membunuh satu sama lain."
Dan apa yang diinginkan oleh Dewa Amadea terjadi. Terkadang ada keturunan raja bermata merah yang membunuh saudaranya sendiri saat berubah wujud menjadi serigala, ada yang membunuh penduduk setempat, ada yang dibunuh oleh prajuritnya sendiri dan juga ada yang membantai istri dan juga anaknya ... seperti kasus yang terjadi pada Ronan.
Arielle menutup mulutnya tak percaya bahwa apa yang terjadi pada Ronan adalah hasil dari sebuah kebencian di masa lalu.
"Lalu apakah kutukan kebencian itu akan terus terjadi?"
"Sampai garis keturunan dari raja pertama habis," jawabnya membuat Arielle terdiam.