The Shattered Light-Chapter 78: – Jalan yang Tak Terduga
Chapter 78 - – Jalan yang Tak Terduga
Saat Kaelen melangkah ke jalur ketiga, dunia di sekelilingnya meledak dalam kilatan cahaya dan bayangan. Angin kencang berputar di sekelilingnya, membawa suara-suara berbisik yang bergema di telinganya. Suara itu bukan hanya berasal dari ingatannya sendiri, tetapi dari sesuatu yang lebih besar—sebuah kekuatan yang telah lama tersembunyi.
Ketika cahaya dan bayangan memudar, Kaelen menemukan dirinya berdiri di tengah koridor panjang yang seolah tak berujung. Dindingnya berlapis simbol-simbol yang berdenyut dalam warna perak, emas, dan hitam. Tidak ada pintu, tidak ada jendela. Hanya jalur lurus yang membawanya ke entah ke mana. Udara di sekelilingnya terasa berat, seperti gravitasi semakin kuat dengan setiap langkah yang ia ambil.
Tiba-tiba, langkah kaki lain menggema di belakangnya.
"Kaelen."
Ia berbalik dan mendapati Serina masih berdiri di sana, tetapi ada sesuatu yang berubah. Sorot matanya lebih tajam, lebih sadar. Seolah-olah ia bukan lagi sekadar pantulan dari ingatan Kaelen.
"Jadi kau memilih jalur ini," kata Serina, mendekat dengan langkah perlahan.
Kaelen mengangguk. "Ini bukan tentang memilih Cahaya atau Kegelapan. Ini tentang menjadi sesuatu yang lebih dari keduanya."
Serina menatapnya lama, lalu tersenyum samar. "Kau memang keras kepala seperti biasanya."
Kaelen menghela napas. "Apa yang ada di ujung jalan ini?"
Serina menatap dinding di sekitar mereka, jemarinya menyentuh salah satu simbol yang bersinar lebih terang. "Sesuatu yang bahkan aku tidak tahu pasti."
Kaelen mengangkat alis. "Jadi kau tidak menguji aku?"
Serina menggeleng. "Aku hanya bagian dari ingatanmu, Kaelen. Tetapi sekarang... mungkin aku lebih dari itu."
Sebelum Kaelen sempat menjawab, lantai di bawah mereka bergetar. Simbol-simbol di dinding mulai berubah, bergeser, seolah membentuk pola baru. Dari ujung koridor, muncul sosok lain.
Kaelen menyipitkan mata. Sosok itu tinggi, mengenakan jubah panjang berwarna hitam dan emas. Wajahnya tersembunyi di balik bayangan, tetapi Kaelen bisa merasakan auranya—sebuah energi yang tidak asing, tetapi juga bukan sesuatu yang pernah ia temui secara langsung.
Sosok itu berhenti beberapa langkah di depan mereka. Suaranya terdengar dalam dan bergema, seolah berasal dari tempat yang jauh.
"Kau telah memilih jalan yang seharusnya tidak ada, Kaelen Draven."
Kaelen menatapnya dengan penuh kewaspadaan. "Siapa kau?"
Sosok itu tidak segera menjawab. Sebaliknya, ia mengangkat tangannya, dan di antara telapak tangannya, muncul bola cahaya dan bayangan yang berputar dalam harmoni yang sempurna.
"Keseimbangan sejati bukan tentang Cahaya atau Kegelapan," katanya pelan. "Ini tentang menerima bahwa keduanya harus ada. Dan untuk itu, ada sesuatu yang harus dikorbankan."
Kaelen merasakan tubuhnya menegang. "Apa yang harus kukorbankan?"
This chapt𝙚r is updated by freeωebnovēl.c૦m.
Sosok itu mendekat, dan untuk pertama kalinya, Kaelen melihat wajahnya yang tersembunyi. Itu bukan wajah manusia, bukan juga wajah dewa atau iblis. Itu adalah wajahnya sendiri.
Namun, bukan wajah Kaelen yang sekarang. Itu adalah wajahnya tanpa rasa sakit, tanpa ingatan, tanpa beban apa pun.
Kaelen tersentak mundur. "Apa ini?"
Serina juga tampak tegang. "Ini bukan sesuatu yang bisa diabaikan, Kaelen."
Sosok itu berbicara lagi. "Kau bisa menerima keseimbangan, tetapi untuk melakukannya, kau harus menghapus semua luka yang pernah kau alami. Kau akan tetap menjadi Kaelen Draven, tetapi tanpa rasa sakit, tanpa kehilangan, tanpa ingatan akan orang-orang yang telah pergi."
Kaelen merasa dadanya sesak. "Aku akan melupakan semuanya?"
Sosok itu mengangguk. "Dan dengan itu, kau akan menjadi penjaga keseimbangan yang sejati. Bebas dari beban, bebas dari dendam, hanya sebuah entitas yang memastikan dunia tetap berjalan sebagaimana mestinya."
Kaelen menatap Serina, dan kali ini, ia melihat sesuatu dalam mata temannya—kesedihan yang dalam.
"Jika kau memilih ini," kata Serina lirih, "maka kau benar-benar akan kehilangan segalanya."
Kaelen mengepalkan tangannya. Pilihan ini lebih sulit dari yang ia bayangkan. Menghapus semua rasa sakitnya berarti menghilangkan bagian dari dirinya yang telah membentuknya. Tetapi mempertahankan semuanya berarti terus menanggung beban yang semakin berat.
Ia menatap sosok dirinya yang lain. "Dan jika aku menolak?"
Sosok itu tersenyum tipis. "Maka keseimbangan akan tetap menjadi ilusi. Dan kau akan kembali ke dunia yang tidak akan pernah benar-benar damai."
Kaelen menutup matanya. Dunia menunggu keputusannya.
Gambaran dari semua yang telah ia alami melintas di benaknya—Lyra yang tetap bertahan meski ia mulai melupakannya, Master Varrok yang selalu percaya padanya, Serina yang mengorbankan segalanya untuknya. Jika ia menghapus semua ini, apakah ia masih bisa disebut sebagai dirinya sendiri?
Tiba-tiba, lantai di bawahnya mulai retak, dan bayangan-bayangan muncul di sekelilingnya, memperlihatkan dua kemungkinan masa depan.
Di satu sisi, ia melihat dirinya yang baru—tanpa ingatan, tanpa rasa sakit, berdiri di atas dunia yang damai, tetapi kosong dari makna.
Di sisi lain, ia melihat dirinya yang tetap membawa beban ini—berjuang, tetapi dengan tujuan yang masih menyala dalam hatinya.
Serina menatapnya. "Kaelen... pilihanmu akan menentukan segalanya."
Kaelen menarik napas panjang, lalu berkata dengan suara yang penuh keteguhan, "Aku memilih..."