The Shattered Light-Chapter 40: – Balas Dendam yang Menyala
Chapter 40 - – Balas Dendam yang Menyala
Pagi di pos penjaga yang baru dikuasai terasa lebih sunyi dari biasanya. Udara dingin membekukan dedaunan, sementara para prajurit Balrik mulai memperkuat pertahanan. Kaelen berdiri di tengah keramaian, namun pikirannya jauh melayang. Percakapan dengan Serina dan Lyra semalam masih terngiang di telinganya, membayangi setiap langkahnya.
Rhal mendekat dengan wajah serius. "Pengintai kita melihat pergerakan pasukan Ordo Cahaya. Mereka bergerak cepat ke arah sini. Kita mungkin hanya punya waktu beberapa jam sebelum mereka tiba."
Balrik yang tengah memberi instruksi langsung menoleh. "Berapa banyak?"
"Sekitar dua ratus orang. Dipimpin oleh seorang kapten tinggi dari Ordo," jawab Rhal.
Suasana langsung tegang. Dua ratus orang bukan jumlah yang bisa diremehkan. Pasukan Balrik dan kelompok Kaelen hanya sekitar separuh dari itu, dan banyak yang masih kelelahan setelah pertempuran sebelumnya.
Varrok melangkah ke depan. "Kita tak bisa bertahan lama dalam posisi ini. Mereka akan mengepung kita. Kita harus memilih—bertahan dan mati, atau mundur dengan cerdik."
Balrik mengepalkan tangannya. "Aku tak ingin menyerahkan pos ini begitu saja. Ini simbol perlawanan kita. Jika kita mundur sekarang, kita menunjukkan kelemahan."
Kaelen menatap peta yang tergelar di atas meja. Garis-garis jalur penghubung terpampang jelas. Ia menunjuk ke sebuah celah sempit di lembah.
"Jika kita memancing mereka ke sini," ujarnya, "kita bisa menyergap mereka dengan serangan dari dua sisi. Aku bisa memimpin sekelompok kecil untuk mengalihkan perhatian mereka sementara pasukan utama bersiap di titik ini. Begitu mereka masuk ke lembah, kita jebak."
Rhal mengangguk. "Risiko besar. Tapi jika berhasil, kita bisa memukul mundur mereka tanpa kehilangan pos ini."
Balrik memandang Kaelen lama. "Berani sekali. Tapi aku menyukai keberanian itu. Kau bersedia memimpin umpan itu?"
Kaelen mengangguk tanpa ragu. Serina dan Lyra yang mendengar percakapan itu langsung mendekat.
"Kau tak harus selalu mengambil peran paling berbahaya, Kaelen," ucap Serina dengan nada khawatir.
Kaelen menatapnya dengan lembut. "Ini satu-satunya cara agar kita punya peluang menang. Aku akan baik-baik saja. Percayalah."
Lyra menunduk, genggaman tangannya mengepal erat di sisi tubuhnya. Namun, ia memilih diam, meskipun hatinya berteriak.
Beberapa jam kemudian, Kaelen bersama sepuluh prajurit berangkat menuju lembah. Hutan yang biasanya terasa menenangkan kini seolah penuh dengan mata yang mengintai. Bisikan kekuatan gelap itu kembali terdengar, namun Kaelen menekannya kuat-kuat. Namun, ia mulai sadar, semakin ia menolaknya, semakin kekuatan itu mencoba merasuk.
Saat mereka mendekati lembah, suara langkah kaki pasukan Ordo mulai terdengar. Kaelen memberi isyarat kepada timnya untuk bersembunyi di balik semak-semak. Ia menahan napas, menunggu momen yang tepat.
Ketika pasukan Ordo mulai memasuki celah, Kaelen bangkit dan berteriak keras, menghunus pedangnya. "Serang!"
Pasukan Ordo segera menyerbu ke arahnya. Kaelen dan timnya berpura-pura mundur, memancing musuh semakin dalam ke lembah. Begitu mereka cukup jauh, suara terompet terdengar dari arah bukit.
Balrik dan Varrok memimpin serangan dari kedua sisi. Panah melesat, menghujani pasukan Ordo yang terjebak. Pertempuran pecah, darah kembali mengalir di antara bebatuan lembah.
Kaelen bertarung dengan gigih, pedangnya menebas musuh satu per satu. Namun di tengah kekacauan, ia merasakan sesuatu yang aneh. Dari sudut matanya, ia melihat sosok berjubah hitam berdiri di atas tebing, mengawasi mereka. Sosok itu bukan bagian dari Ordo, tetapi keberadaannya menimbulkan ketakutan mendalam.
Eryon.
Mata mereka bertemu. Senyum dingin terukir di wajah Eryon, seolah memberi isyarat bahwa ini baru permulaan.
Kaelen teralihkan sejenak, cukup untuk membuat seorang prajurit Ordo menyerangnya dari belakang. Namun, sebelum pedang musuh menyentuhnya, Rhal berteriak dan menebas prajurit itu.
"Fokus, Kaelen! Jangan mati sekarang!" bentak Rhal.
Kaelen mengangguk, tetapi pikirannya tetap dihantui kehadiran Eryon.
Pertempuran berakhir dengan kemenangan di pihak mereka. Pasukan Ordo mundur, meninggalkan banyak korban di lembah. Namun, kemenangan ini terasa pahit bagi Kaelen. Ia tahu Eryon tak akan berhenti mengawasinya.
Saat malam turun, Kaelen berdiri di tebing yang tadi ditempati Eryon. Tak ada jejak yang tertinggal, seolah musuhnya itu adalah bayangan semata.
Tapi Kaelen tahu, ini bukan ilusi.
"Apa sebenarnya yang kau inginkan dariku?" gumamnya pelan.
Angin berembus dingin, membawa keheningan yang penuh tanda tanya. Di kejauhan, cahaya bulan menyinari hutan yang seakan menyimpan rahasia yang belum terungkap.
Read 𝓁atest chapters at fгeewёbnoѵel.cσm Only.
Kaelen menghela napas panjang. Ia merasa ini baru awal dari sesuatu yang jauh lebih besar dan lebih berbahaya.
Dan ia tak tahu apakah dirinya siap untuk menghadapi itu.
Dari balik pepohonan yang gelap, Eryon masih mengamati. Kali ini, matanya bersinar samar—sebuah pertanda bahwa rencananya perlahan mulai berjalan. Senyum tipis kembali tersungging di wajahnya. Sesuatu akan terjadi. Dan Kaelen belum tahu apa yang menantinya.